Ketika Menjadi Ibu adalah Sebuah Proses

Ibu...sepertinya bukan kata yang keren seperti Mama, Bunda, atau yang sebutan yang lain. Namun maknanya menjadi dalam ketika ibu bukan hanya sekedar sebutan, atau pertalian darah saja. Ibu menurut saya lebih dari itu. "Ibu" menunjuk kepada suatu tanggungjawab besar. Dimana orang yang bersangkutan diharapkan harus siap dengan segala konsekuensi yang menyertai status yang disandangnya tersebut. Tidak hanya siap berkorban, karena agar bayi yang dilahirkan nantinya sehat ibu harus berusaha sangat keras. Dalam segi makanan, jaga kesehatan, jaga pikiran, tingkah laku, dan banyak lagi yang lain. Namun juga mulai memikirkan bagaimana pola asuh yang akan dijalankan nantinya. Bagaimana mendidik, memberi teladan yang baik, termasuk juga menyertai tumbuh kembangnya. Sesuatu yang lebih kompleks dibandingkan dengan status istri.


Ketika menikah 3 tahun yang lalu, perencanaan tentang anak memang sudah ada sebelum menikah. Namun semuanya berubah karena tepat sebulan setelah menikah, saya hamil. Maka dalam waktu yang singkat saya dan suami harus merubah cara pandang. Yang sebelumnya nanti, menjadi besok. Agak sulit memang, karena belum sempat menikmati dan merasakan status seorang istri, harus sudah menyandang status "calon ibu". Dengan perekonomian rumah tangga yang benar-benar belum tertata sama sekali, dan jauh dari kata mapan. Kami berusaha semampu kami menjaga kehamilan, menyiapkan mental, dan lain-lain. Beruntung banyak orang dengan tulus membantu. Mulai dari buku kehamilan, vitamin, makanan, dan sebagainya sampai perlengkapan bayi tersedia. Biaya persalinan juga semua dicukupi oleh ibu, mertua, sahabat, saudara. Sampai lahir meski dengan waktu yang relatif lama, kurang lebih 16 jam dari kontraksi pertama. Semua berjalan lancar dan bayi juga sehat. Sehingga hanya semalam saya menginap paska melahirkan, esok harinya bisa dibawa pulang.
Sumber: Makassar.tribunnews.com

Ketika saya merenung tentang perjalanan saya menyandang status ibu. Saya menemukan bahwa banyak hal yang saya pelajari dari ibu, dan saya gunakan untuk merawat generasi berikutnya, yaitu anak saya. Kebetulan ibu saya adalah seorang asisten perawat di salah satu Rumah Sakit Swasta besar di Jogja. Sedari kecil, saya sering ikut ibu ketika bekerja. Ketika beliau bertugas di bangsal bayi, saya sering tidur di rumah sakit. Ketika di sana, saya melihat bayi-bayi, ibu mereka yang datang untuk menyusui pada jam-jam tertentu. Bagaimana suster memandikan, merawat bayi-bayi tersebut, dan masih banyak lagi yang saya lihat. Ketika ibu bekerja sampingan merawat bayi yang lahir di rumah sakit, namun ibunya belum bisa merawat sendiri, sayapun sering ikut. Hal-hal seperti itu yang secara tidak sadar telah saya pelajari sebelum saya sendiri mempunyai anak. Jadi setelah melahirkan, hanya sekali melihat bidan memberi contoh, sekali melihat ibu memberi contoh, langsung mempraktekkan sendiri sampai sekarang.


Waktu itu ibu masih aktif bekerja, jadi benar-benar cuti hanya seminggu untuk menemani saya dari sebelum lahir sampai setelah melahirkan. Namun ibu saya tidak mengambil semua jatah saya dalam merawat anak. Dia hanya memberi saran dan masukan. Hanya memberi contoh memandikan, cara menyusui, cara agar anak menyusu tidak sambil tidur, menjemur, hal-hal teknis seperti itu saja.


Saya bersyukur dunia anak bukanlah dunia yang jauh dari keseharian saya. Ketika remaja sampai sebelum menikah saya aktif dalam organisasi keagamaan yang mengampu anak, remaja dan orang muda. Jadi banyak hal yang saya pelajari jauh sebelum benar-benar melakukan sendiri. Aktif berorganisasi, dalam lingkup keagamaan, desa, bahkan sampai relawan demokrasi KPUD Kabupaten Sleman merupakan bekal yang cukup untuk saya menjadi ibu secara wantah, badaniah, juga sebagai ibu dalam masyarakat. Dan ketika anak saya lahir, saya mulai banyak belajar lagi untuk persiapannya kedepan. Anak jaman sekarang harus dididik menggunakan metode jaman sekarang juga, kan? Karena jika dididik dengan metode jaman saya dulu, tidak akan nyambung dan relevan.


Maka, saya berusaha untuk selalu belajar hal-hal baru agar wawasan saya bertambah luas. Apalagi untuk persiapan anak ke-dua dan seterusnya. Karena semua ilmu bukan sesuatu yang "mandheg" namun terus berkembang. Semoga meski tidak akan pernah menjadi ibu yang sempurna, namun saya berusaha agar anak-anak saya nantinya juga menjadi anak yang bisa membawa diri, mandiri, berdaya juang tinggi, karena tantangan di masa depan akan jauh lebih kompleks dan rumit. Saya sangat bangga terhadap ibu saya. Saya juga belajar dari banyak ibu-ibu yang lain, semoga kita terus dapat berjuang, sampai nanti sudah tidak mampu lagi. Selamat hari IBU.... (Late Post)
Sumber: Lifestyle.liputan6.com

Komentar

  1. Aamiin... Memang begitu besar jasa seorang ibu bagi kita ya mba. Rasanya gak akan sanggup kita membalas seluruh kebaikannya. Semoga doa-doa kita untuknya bisa memberikan kebaikan dan kebahagiaan yg banyak untuknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin mbak. Merasakan sendiri menjadi ibu, menjadikan saya lebih bisa menghargai ibu mbak.

      Hapus
  2. Senangnya sebulan menikah langsung isi Mbak..Saat ini banyak yang belum isi juga padahal sudah lama marriednya. Bahagianya bisa jadi Ibu segera. Semoga kita dimampukan jadi ibu yang terbaik untuk anak-anak kita ya Mbak..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Puji Tuhan langsung diberi anugerah disebut ibu. Memang banyak yang belum dikasih, mungkin memang belum waktunya. Teman saya juga baru saja dikasih momongan, padahal berpuluh tahun menunggu. Amin mbk. Semoga diberi kekuatan lebih untuk mendampingi anak2.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Cernak "Sahabat Baru Nayla" karya Utami Nilasari

Koleksi Nara: Enjoy Adalah Kunci

Review Cerpen Teenlit "Buku Diary Biru" karya Utami Nilasari