Hari Jumat, Mari Kita Rapat!

Kemarin lusa, tanggal 10 November 2017, saya dikirim sebagai wakil ibu-ibu PKK dusun, mengikuti rapat PKK di Desa. Bertempat di Gedung Balai Desa Pagerharjo, saya bersama dengan sekitar 25-an ibu-ibu dari dusun lain, duduk nyaman. Tidak longgar, namun juga tidak penuh sesak. Setiap hari Jumat Wage memang selalu diadakan rapat rutin di tempat ini. Tujuannya adalah sebagai sarana bertukar informasi. Dari ibu-ibu Tim Penggerak PKK Desa yang mengikuti rapat di Kecamatan, dan ibu-ibu PKK Dusun yang akan menyampaikan hasil rapat tersebut di Dusun masing-masing.


Jalannya rapat termasuk lancar, tidak ada masalah yang berarti. Sekitar 1 jam-an kami melalui agenda acara dari awal sampai akhir. Yang dibahas kemarin adalah soal Penyakit Gagal Ginjal. Secara garis besar pemaparan sangat jelas. Dari seperti apa bentuk ginjal, sampai cara agar kita tidak terkena penyakit tersebut. Banyak sekali istilah kedokteran yang digunakan, sampai yang menyampaikan lidahnya sering kesleo. Hihihiii. Tetapi sangat berguna bagi kami.


Untuk moderator acara, ternyata digilir dari dusun satu ke dusun yang lain. Bagus, karena melatih ibu-ibu untuk belajar berbicara di depan orang banyak. Ketika melihat sekeliling, saya bisa menebak. Tidak semua ibu-ibu di ruang rapat ini pernah berkesempatan untuk menjadi moderator. Meski sudah digilir, tetap saja yang maju juga yang itu-itu saja. Namun setidaknya sudah ada peraturan yang mendorong sikap ibu-ibu untuk proaktif dalam organisasi. Di dusun saya juga begitu, sebenarnya sistem gilir itu sudah ada. Namun, masalah klasiknya adalah kebayakan ibu-ibu enggan mendapat giliran. Padahal, jika mereka mau, giliran tersebut bisa menjadi ajang pengembangan diri, lho!


Yahhh, tidak bisa dielakkan. Budaya masyarakat di sini memang begitu. Perempuan kebanyakan terbiasa di didik memposisikan diri hanya dibelakang, tidak mau mengemukakan pendapat, meski sebenarnya mereka aktif menghadiri rapat atau kegiatan apa pun di dusun. Contohnya saja ketika jumat bersih, pagi-pagi sekali semua kegiatan rela ditinggalkan untuk bersih-bersih lingkungan yang telah disepakati sebelumnya. Saya sebagai pendatang karena disini ikut suami sempat heran dengan kebiasaan tersebut. Kalau di tempat saya ada juga kerja bakti semacam itu, namun jarang bisa melibatkan hampir setiap ibu2 mewakili kepala keluarga masing-masing. Penduduknya tidak banyak, namun hampir 90% warga aktif dalam kegiatan apapun di RT, RW dan dusun. Benar-benar semangat yang patut ditiru.


Saya berharap di masa yang akan datang, dengan segala pembiasaan baik yang ditujukan untuk ibu-ibu tersebut semakin tepat sasaran. Tujuan untuk memberdayakan perempuan, melatih mereka mengemukakan pendapat, belajar menjadi moderator atau memimpin rapat, dapat membantu ibu-ibu agar berkembang maksimal. Beruntung karena saya mengenal organisasi dari SMA, berhenti setelah jelang menikah. Dari organisasi keagamaan, sampai organisasi masyarakat tingkat kabupaten Sleman kala itu.


Bukan bermaksud sombong, namun lebih bersyukur. Karena di sini kebanyakan anak perempuan menikah di usia sangat muda. Bagaimana mau berorganisasi, jika di usia yang masih sangat muda sudah harus menikah. Bertanggungjawab untuk keluarga. Bukan ingin membandingkan budaya mana yang lebih baik, namun saya hanya ingin agar potensi perempuan tidak berhenti ketika menikah. Namun saya berharap bisa lebih berkembang setelah menikah. Saya juga berasal dari Jogja, hanya beda kabupaten saja dari tempat ini. Ternyata masih ada suatu tempat di Jogja yang belum seperti di tempat saya. Di tempat saya perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama dalam kepengurusan organisasi. Kalau di sini sangat jarang perempuan yang menduduki posisi strategis dalam keorganisasian. Jika bukan lahir dari keluarga yang berpunya, mempunyai pendidikan tinggi (lebih tinggi dari perempuan kebanyakan di sini), atau yang memang sudah terbiasa memegang jabatan-jabatan penting di didusun.


Dengan kenyataan yang seperti itu, maka sejak saya mulai aktif dalam kegiatan di dusun beberapa waktu yang lalu, saya seperti agak diatas angin. Di organisasi PKK, Kelompok Wanita Tani, maupun jika ada rapat-rapat di kelurahan atau tempat lain yang agak jauh, saya jadi dilibatkan. Senang, karena ini memang dunia saya dulu. Tetapi saya juga tergerak. Ingin supaya ibu-ibu di sini juga bisa mengembangkan potensi mereka. Saya termasuk beruntung dilahirkan di keluarga yang demokratis, memberi ruang sangat luas untuk saya berkembang. Mulai dari sekolah, sempat juga merasakan kuliah, merasakan pengalaman berorganisasi sampai maksimal, mengalami benerapa kali bekerja di berbagai macam bidang pekerjaan. Pencapaian maksimal di masa muda, menurut saya pribadi. Padahal di tempat ini banyak sekali yang tidak seberuntung saya.


Ucapan syukur saya tidak hanya sampai di situ. Saya beruntung karena saya lahir dari keluarga yang menengah. Maksud saya menengah seperti ini: lokasi tempat tinggal yang bisa dibilang tidak terlalu desa, tetapi juga bukan kota (Hihihi susah ya ngomongnya). Jadi banyak hal sudah bergeser lebih modern. Cara berpikir, berbicara, dan bertindak lebih maju dari yang masih benar-benar desa. Jadi bapak, ibu, saya, adik, semua bisa mengendarai motor. Di tempat saya tinggal sekarang, sangat jarang sekali perempuan yang bisa naik motor. Kecuali yang berasal dari keluarga yang terpandang, berpendidikan, atau anak jaman sekarang yang sekolah diluar kabupaten. Jangankan perempuan, laki-laki pun jika usianya 50an keatas biasanya tidak bisa naik motor. Agak lucu memang. Saya yang terbiasa kemana saja sendiri, jadi tidak umum karena biasanya yang pergi-pergi adalah kaum laki-laki. Hihihi. Maka dari itu, jika ada pekerjaan yang mengharuskan keluar, memakai motor, saya jadi terdaftar. Yang artinya keahlian 'nyopir' saya laku keras di sini. Hihihi.


Kembali ke laptop. Sekali lagi saya tidak bermaksud meninggikan atau menjatuhkan, sekedar sharing saja. Bahwa terkadang kita harus pindah meninggalkan zona nyaman karena lebih dibutuhkan di tempat lain. Semoga saya bisa belajar, dan bersama-sama melangkah maju dengan ibu-ibu di sini. Semangattt!!!












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Cernak "Sahabat Baru Nayla" karya Utami Nilasari

Koleksi Nara: Enjoy Adalah Kunci

Review Cerpen Teenlit "Buku Diary Biru" karya Utami Nilasari